Minggu, 26 Februari 2017

CARA DISTRIBUSI IKAN YANG BAIK

3.1. Pengertian Distribusi Hasil Perikanan
Distribusi hasil perikanan adalah rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu tempat ke tempat lain sejak produksi, pengolahan sampai pemasaran. Hal yang paling prinsip dalam proses distribusi hasil perikanan adalah mempertahankan kondisi alat/wadah/sarana yang digunakan dalam proses distribusi agar produk yang didistribusikan sampai ke tempat tujuan dengan tetap mempertahankan mutu/kualitasnya. Oleh karena itu, distributor/penyalur hasil perikanan harus memahami persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses distribusi hasil perikanan.
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam distribusi ikan yang baik, diantaranya:
1.         Distribusi hasil perikanan yang menggunakan sarana transportasi:
a.   Harus bersih dan mampu menghindari kontaminasi;
b.   Didesain  sedemikian  rupa  sehingga  tidak  merusak  produk,  di  mana permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan disanitasi;
c.    Apabila menggunakan  es sebagai pendingin, harus dilengkapi saluran pembuangan untuk menjamin lelehan es tidak menggenangi produk;
d.   Dilengkapi  peralatan  untuk  menjaga  suhu  tetap  terjaga  selama pengangkutan; dan
e.   Mampu melindungi produk dari resiko penurunan mutu
2.    Sarana berupa kendaraan pengangkut tidak digunakan untuk tujuan lain secara bersamaan untuk menghindari terjadinya kontaminasi terhadap produk hasil perikanan;
3.    Apabila kendaraan pengangkut digunakan untuk mengangkut produk lain secara  bersamaan,  harus  dipisahkan  dan  dijamin  kebersihannya  agar tidak mengkontaminasi produk hasil perikanan;
4.    Pengangkutan  hasil  perikanan  tidak  boleh  dicampur  dengan  produk  lain yang  dapat  mengakibatkan  kontaminasi  atau  mempengaruhi  higiene, kecuali  produk  tersebut  dikemas  sedemikian  rupa,  sehingga  mampu melindungi produk tersebut; dan
5.    Pengangkutan  hasil  perikanan  dalam  keadaan  hidup  harus  mampu mempertahankan  hasil  perikanan  tersebut  tetap  terjaga  kondisi  dan mutunya.
Teknik/cara distribusi produk hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya; jenis produk, jenis alat angkut, dan kondisi penyimpanan. Proses distribusi untuk produk kering berbeda dengan produk basah. Begitupun dengan jenis alat angkut yang digunakan, bila produk yang didistribusikan berupa produk basah, maka sarana transportasi yang digunakan harus dilengkapi dengan alat pendingin. Jenis produk yang didistribusikan juga akan berpengaruh terhadap kondisi penyimpanan, sehingga kondisi penyimpanan harus disesuaikan dengan jenis produk yang akan didistribusikan.

3.2. Cara Distribusi Ikan Yang Baik
Pada dasarnya distribusi produk hasil perikanan dapat dilakukan dengan model penerapan system rantai dingin. Dalam system ini suhu ikan hasil tangkapan/panen diupayakan selalu tetap rendah agar terjaga kesegarannya, yakni dengan mengoptimalkan penggunaan es dalam penyimpanannya.
Sistem rantai dingin yang diterapkan dalam distribusi dan transportasi ikan dipersyaratkan bahwa semua kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan ikan harus mampu mempertahankan suhu dingin yang dibutuhkan baik untuk ikan segar maupun mengawetkan produk beku. Akan lebih baik dengan menggunakan pintu dalam yang dapat menutup sendiri dengan fleksibel untuk mengurangi kehilangan udara dingin waktu pintu kendaraan pengangkut dibuka. Pada pengangkutan jarak jauh sebaiknya suhu dipertahankan dan selalu dijaga pada -18oC atau lebih rendah dan ini bisa dicapai dengan pendinginan mekanis, pemakaian es kering, sirkulasi gas cair yang dingin. Untuk refrigerasi dan ketelitian dalam pemuatan, operasi dan pemeliharaannya, sewaktu-waktu harus diperiksa dengan mengukur suhu produk pada awal dan akhir perjalanan.Pengangkutan harus dilakukan dengan hati-hati agar produk perikanan tidak terkena suhu tinggi selama pemuatan dan pembongkaran kendaraan pengangkut. Model pengembangan system rantai dingin yang ditujukan bagi proses distribusi adalah dengan penyediaan sarana sebagai berikut:
1.    Truk ber-refrigerasi (refrigerated truck)
Truk berefrigerasi merupakan alternative alat transportasi produk perikanan yang baik diterapkan untuk transport jarak jauh dan yang memakan waktu cukup lama.
2.    Truk berinsulasi (insulated truck)
Kebutuhan refrigerasi untuk mengangkut ikan dapat ditekan sekecil mungkin dengan cara menginsulasi seluruh bagian sarana angkut sebaik mungkin, yakni atap, dinding, dan lantai. Hal ini dilakukan agar suhu ikan tidak cepat meningkat selama proses distribusi dan agar kapasitas ikan yang diangkut agar lebih besar. Penyusunan peti wadah ikan dalam truk berinsulasi disusun rapat sesamanya agar panas tidak menyelinap diantara peti, serta diberi lapisan alas es di bawah tumpukan peti dan lapisan es lagi di atas tumpukan.
3.    Mobil angkut pick up
Fasilitas mobil pick up dalam suatu unit pengolahan ikan dapat digunakan untuk mengangkut kebutuhan proses pengolahan, serta untuk mendistribusikan produk olahan non beku yang sudah dikemas dengan baik untuk jarak tidak terlalu jauh.
4.    Sepeda motor dilengkapi box berinsulasi
Alat ini dirancang dengan harga yang relative murah tetapi mempunyai daya guna yang maksimal.Alat tersebut berkapasitas 50 kg/wadah. Setiap motor yang digunakan mempunyai dua wadah. Usia produktif alat ini diperkirakan minimal sampai lima tahun.
5.    Becak dilengkapi box berinsulasi
Fungsi becak berinsulasi sama dengan motor berinsulasi yakni untuk mendistribusikan produk perikanan, dengan tetap menjaga kesegarannya karena sudah didesain sedemikian rupa. Namun penggunaan becak ini terbatas dari segi wilayah karena hanya bisa digunakan dalam jarak dekat.
6.    Cool box
Dalam proses distribusi, cool box terutama digunakan sebagai wadah penyimpanan produk hasil perikanan. Untuk keperluan penyimpanan, distribusi dan penjajaannya dilakukan dalam wadah cool box dengan menyelimuti seluruh badan ikan dengan es curia. Caranya adalh sebagai berikut:
-       Pertama-tama menempatkan es curia yang lebih tebal dibagian dasar wadah, kemudian menempatkan lapisan ikan dengan ketebalan tertentu diatasnya, selanjutnya ditempatkan lagi lapisan es diatas lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang terakhir (paling atas) adalah lapisan es yang lebih tebal.
-       Pada ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil, proses seperti ini juga sekaligus merupakan proses meninginkannya. Efektifitas pendinginannya sangat tergantung kepada ketebalan lapisan ikan, ketebalan lapisan (kecukupan) es, dan kekedapan wadah (cool box) terhadap penetrasi panas.
-       Pada kondisi pengemasan hanya satu lapisan ikan dan lapisan tersebut dapat diselimuti dengan sempurna oleh es curia, maka dilihat jelas bahwa ketebalan lapisan dan suhu awal ikan sangat menentukan kecepatan pendinginan, dimana semakin tebal lapisan dan semakin tinggi suhu awal ikan maka waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkannya akan semakin lama.
-       Dari sisi kebutuhan es, selain ditentukan oleh jumlah ikan yang didinginkan juga ditentukan oleh suhu awal ikan dan suhu udara luar disekitar wadah atau cool box, dimana semakin tinggi suhunya maka jumlah es yang dibutuhkan akan semakin banyak.

7.    Trays/kranjang
Fungsi trays dan keranjang dalam proses distribusi adalah untuk menampung produk olahan ikan sebelum dikemas dan didistribusikan. Untuk produk segar/beku, ikan harus tetap dijaga kesegarannya dengan menambahkan es selama ditampung dalam trays.

8.    Sarana sanitasi dan hygiene
Dalam proses distribusi, sarana sanitasi dan hygiene diperukan untuk menjaga kondisi sarana angkutan yang digunakan untuk mengangkut produk-produk perikanan agar tetap bersih, sehingga kesegaran ikan selama proses distribusi tetap terjaga.
Selain dalam bentuk fresh/segar dan beku, produk hasil perikanan juga dapat didistribusikan dalam bentuk ikan hidup. Biasanya ikan-ikan yang dipasarkan dalam keadaan hidup adalah ikan-ikan dari hasil budidaya atau ikan karang yang mempunyai nilai jual cukup tinggi.Pada dasarnya, ada dua metode transportasi ikan hidup, yaitu dengan menggunakan air sebagai media atau sistem basah, dan media tanpa air atau sistem kering.
1.    Pengangkutan Sistem Basah
Transportasi sistem basah (menggunakan air sebagai media pengangkutan) terbagi menjadi dua, yaitu :
a)   Sistem Terbuka
Pada sistem ini ikan diangkut dalam wadah terbuka atau tertutup tetapi secara terus menerus diberikan aerasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen selama pengangkutan. Biasanya sistem ini hanya dilakukan dalam waktu pengangkutan yang tidak lama. Berat ikan yang aman diangkut dalam sistem ini tergantung dari efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, serta jenis spesies ikan.

b)   Sistem Tertutup
Dengan cara ini ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan suplai oksigen secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan selama pengangkutan. Wadah dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengangkutan adalah kualitas ikan (harus sehat dan baik), oksigen, suhu (15 – 20oC untuk ikan didaerah tropis), pH (7 – 8), CO2, amoniak, kepadatan dan aktivitas ikan (perbandingan antara volume ikan dengan volume air adalah 1:3 sampai 1:2).
        Beberapa permasalahan dalam pengangkutan sistem basah adalah selalu terbentuk buih yang disebabkan banyaknya lendir dan kotoran ikan yang dikeluarkan. Kematian diduga karena pada saat diangkutisi perut masih ada,sehingga pada saat diangkut masih ada kotoran yang mencemari media air yang digunakan untuk transportasi. Disamping itu, bobot air cukup tinggi, yaitu 1 : 3 atau 1 : 4 bagian ikan dengan air menjadi kendala tersendiri untuk dapat meningkatkan volume ikan yang diangkut. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya metabolisme yang sangat tinggi pada saat pengangkutan, maka sebaiknya ikan diberok terlebih dahulu minimal 1 hari sebelum ikan diangkut dengan cara dipuasakan.

2.    Pengangkutan Sistem Kering (Semi Basah)
Pada transportasi sistem kering, media angkut yang digunkan adalah bukan air, Oleh karena itu ikan harus dikondisikan dalam keadaan aktivitas biologis rendah sehingga konsumsi energi dan oksigen juga rendah. Makin rendah metabolisme ikan, makin rendah pula aktivitas dan konsumsi oksigennya sehingga ketahanan hidup ikan untuk diangkut diluar habitatnya makin besar.
Penggunaan transportasi sistem kering dirasakan merupakan cara yang efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar. Untuk menurunkan aktivitas biologis ikan (pemingsanan ikan) dapat dilakukan dengan menggunkan suhu rendah, menggunakan bahan metabolik atau anestetik, dan arus listrik.
   Pada kemasan tanpa air, suhu diatur sedemikian rupa sehingga kecepatan metabolisme ikan berada dalam taraf metabolisme basal, karena pada taraf tersebut, oksigen yang dikonsumsi ikan sangat sedikit sekedar untuk mempertahankan hidup saja. Secara anatomi, pada saat ikan dalam keadaan tanpa air, tutup insangnya masih mangandung air sehingga melalui lapisan inilah oksigen masih diserap.
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi.
Cara pemingsanan ikan akan berbeda untuk setiap jenis ikan. Namun demikian, secara umum Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.
a.   Pemingsanan dengan menggunakan suhu rendah
Ini dapat dilakukan dengan cara, yakni (a) penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukkan dalam air yang bersuhu 10– 15oC , sehingga ikan pingsan; dan (b) penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.
b.   Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Beberapa bahan anestasi yang dapat digunakan dalam pembiusan ikan antara lain:
NO
BAHAN
DOSIS
1
MS-222
0.05 mg / l
2
Novacaine
50 mg / kg berat ikan
3
Barbitas sodium
50 mg / kg berat ikan
4
Ammobarbital sodium
85 mg / kg berat ikan
5
Methyl paraphynol (dormisol)
30 mg / l
6
Tertiary amyl alcohol
30 mg / l
7
Choral hydrate
3-3.5 g lt
8
Urethane
100 mg / l
9
Hydroksi quinaldine
1 mg / l
10
Thiouracil
10 mg / l
11
Quinaldine
0.025 mg / l
12
2-Thenoxy ethanol
30 – 40 ml / 100 lt
13
Sodium ammital
52 – 172 mg / l

Pembiusan  ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani, (2) Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit, dan (3) Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran. Yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahan anestasi ini adalah, apakah bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan potensi bahaya bagi manusia atau tidak.




c.    Pemingsanan ikan dengan arus listrik
Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.
Setelah ikan pingsan selanjutnya adalah pengemasan. Pada pengangkutan ikan hidup dengan system kering diperlukan media pengisi sebagai pengganti air. Yang dimaksud dengan bahan pengisi dalam pengangkutan ikan hidup adalah bahan yang dapat ditempatkan diantara ikan hidup dalam kemasan untuk menahan ikan dalam posisinya. Bahan pengisi memiliki fungsi antara lain mampu manahan ikan agar tidak bergeser dalam kemasan, menjaga lingkungan suhu rendah agar ikan tetap hidup serta memberi lingkungan udara dan kelembaban memadai untuk kelangsungan hidupnya.
Media pengisi yang sering digunakan dalam pengemasan adalah serbuk gergaji, serutan kayu, serta kertas koran atau bahan karung goni. Jenis serbuk gergaji atau serutan kayu yang digunakan tidak spesifik, tergantung bahan yang tersedia. Diantara beberapa jenis bahan pengisi, sekam padi dan serbuk gergaji merupakan bahan pengisi terbaik karena memiliki karakteristik, yaitu : berongga, mempunyai kapasitas dingin yang memadai, dan tidak beracun.Media serbuk gergaji memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis media lainnya. Keunggulan tersebut terutama pada suhu. Serbuk gergaji mampu mempertahankan suhu rendah lebih lama yaitu 9 jam tanpa bantuan es dan tanpa beban di dalamnya.
Adapun cara pengemasannya adalah sama dengan cara pengemasan produk ikan segar/beku yang ditransportasikan dengan menggunakan cool box, dimana ikan disusun berlapis dengan serbuk gergaji. Wadah yang digunakan dalam proses pengangkutan ikan hidup dengan sistem kering dapat berupa sterefoam. Caranya pengemasannya adalah sebagai berikut:
-        Pertama-tama tempatkan serbuk gergaji yang telah didinginkan (suhu 8 – 10oC) dibagian dasar wadah;
-        Kemudian tempatkan lapisan ikan dengan ketebalan tertentu diatasnya;
-        Selanjutnya ditempatkan lagi lapisan serbuk gergaji diatas lapisan ikan, demikian seterusnya berselang-seling dengan yang terakhir (paling atas) adalah lapisan serbuk gergaji;
-        Sebaiknya boks sterefoam ditutup sangat rapat untuk menghindari udara panas dari luar masuk ke dalam wadah.
Setelah dikemas, selanjutnya ikan siap didistribusikan. Boks-boks sterefoam yang berisi ikan dimasukkan kedalam alat angkut (mobil) yang telah dimodifikasi dengan menambahkan lapisan insulasi pada sekeliling dindingnya. Hal ini untuk menghambat udara panas dari luar yang akan masuk kedalam ruang penyimpanan. Selama dalam transportasi, pengontrolan suhu ruang perlu dilakukan secara rutin dan diupayakan untuk tetap stabil.
Pada saat tiba ditempat tujuan, ikan segera disadarkan. Proses penyadaran adalah dengan mengembalikan ikan sesuai dengan suhu pada habitatnya. Caranya adalah sebagai berikut:
-        Siapkan wadah (bak) yang telah dilengkapi dengan aerasi sehingga oksigen dalam air tercukupi dan sirkulasi dapat berjalan dengan baik.
-        Cuci ikan dengan bersih untuk menghilangkan lendir dan sisa-sisa serbuk gergaji yang masih menempel pada tubuh ikan.
-        Kemudian masukkan ikan kedalam bak.
-        Untuk mempercepat proses penyadaran perlu adanya sedikit rangsangan dengan cara menggerak-gerakkan badan ikan pada buih aerator.
-        Umumnya ikan akan sadar dalam waktu ±10 menit.

Berbicara distribusi hasil perikanan di tingkat supplier/pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, maka kita tidak hanya berbicara mengenai sarana distribusi seperti sarana transportasi saja namun juga berbicara mengenai sarana distribusi lainnya, salah satunya adalah pelabuhan perikanan.
Dalam Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan perikanan sebagai suatu  lingkungan kerja salah satunya berfungsi sebagai  pusat pemasaran dan distribui hasil perikanan. Sedangkan dalam pasal 15 ayat (3) huruf a Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa pelabuhan perikanan memiliki fasilitas funfsional salah satunya adalah fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan.
Tempat pemasaran/distribusi hasil perikanan seperti TPI dan Pasar Ikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
b.    mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene;
c.    dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
d.    mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;
e.    kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat Pemasaran Ikan/pasar grosir;
f.     dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan;
g.    dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
h.    mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup;
i.      mempunyai wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan; dan
j.      mempunyai penampungan pengolahan limbah.
Selain persyaratan tersebut, tempat pemasaran hasil perikanan juga harus memenuhi persyaratan hygiene dan penerapan system rantai dingin.

SUMBER:
Anonim, 1989. Petunjuk Praktis Penanganan dan Transportasi Ikan Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan,  Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Penanganan Tuna Loin Segar. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Jakarta.
Anonim, 1992. Petunjuk Teknis Transportasi Ikan Hidup Dengan Cara Dipingsankan. Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta
Anonim, 2007. Juknis Penerapan Sistem Rantai Dingin dan Sanitasi Higiene di Unit Pengolahan Ikan. Direktorat Pengolahan Hasil. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Undang-Undang RI No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Keputusan Menteri KP No 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Perikanan
Keputusan MenterI KP No 52A Tahun 2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Kemanana Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.

PENYULUHAN PERIKANAN: SECARA BIOFISIK, SIFAT, KARAKTERISTIK, DAN BENTUK KEGIATAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SANGAT SPESIFIK

Penyuluhan perikanan adalah pendidikan non formal yang ditujukan kepada masyarakat perikanan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bidang kelautan dan perikanan. Kegiatan penyuluhan diharapkan mendorong terwujudnya masyarakat perikanan menuju kehidupan lebih layak, berusaha yang lebih menguntungkan, dan kehidupan yang lebih sejahtera. Beberapa alasan yang menjadikan penyuluhan perikanan itu sangat penting, berupa: (a) amanat peraturan perundang-undangan: (b) secara biofisik, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatan perikanan dan kelautan sangat spesifik; dan (c) peran strategis penyuluhan perikanan dalam pembangunan masyarakat perikanan yang mandiri dan berdaya saing.


Secara biofisik, sifat, karakteristik, dan bentuk kegiatan kelautan dan perikanan sangat spesifik dengan ketergantungan tinggi terhadap musim dan iklim sehingga dalam pengelolaan sumberdaya menjadi kompleks dan cukup pelik, yaitu:
1.     Kegiatan kelautan dan perikanan berisiko tinggi (risky), sehingga harus dapat menjadi layak kelola (manageable);
2.     Kegiatan kelautan dan perikanan relatif membutuhkan investasi tinggi (relatively high investment), sehingga harus menjadi layak akses (accessible); dan
3.     Kegiatan kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang spesifik (specific knowledge and technology), sehingga harus adaptif dan aplikatif di tingkat pengguna (adaptable and applicable).
4.     Tingginya variabilitas dalam kegiatan kelautan dan perikanan berdampak pada tingginya keberagaman penyebaran penggunaan dan penanganan sumberdaya alam, yang berbeda dengan usaha non kelautan dan perikanan yang relatif seragam.
5.     Dalam pengelolaan aspek kelautan, maka penanganannya merupakan bagian yang integral dan tidak dapat dipisah dari aspek perikanan. Di samping itu, secara khusus pengelolaan kelautan sangat terkait dengan aturan internasional, seperti UNCLOS 82-UU No. 17/85 termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), Agenda of Science for Environment and Development into the 21st Century (ASCEND 21/Agenda 21), aturan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU), serta Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), yang didalamnya terdapat isu-isu strategis yang berhubungan dengan kedaulatan bangsa dan negara, antara lain isu batas negara, pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, serta pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam pulau-pulau kecil;
6.     Secara keilmuan, eksistensi ilmu kelautan dan perikanan yang tersebar di berbagai perguruan tinggi merupakan kecabangan ilmu tersendiri, termasuk fungsi penyuluhan perikanan.
  


Sumber:
Razi F., dkk. 2017. Peran Penting dan Transformasi Penyuluhan Perikanan. Jakarta, Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.

PENYULUHAN PERIKANAN SEBAGAI AMANAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Negara kita dikaruniai dengan kekayaan alam yang berlimpah, sehingga pemanfaatannya secara optimal akan dapat mendorong tercapainya kualitas hidup manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) dengan jelas menyatakan bahwa: ”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, termasuk di dalamnya kekayaan dan sumber daya kelautan dan perikanan.
Dilihat dari aspek legislasi banyak peraturan perundang-undangan yang menaungi keberadaan penyuluhan perikanan, berupa:
1.     Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3), dan ayat (4), diamanahkan beberapa kewajiban yang harus dilakukan pemerintah terkait penyelenggaraan penyuluhan, yakni:
-  Menjaga kelestarian ekosistem perairan, wilayah daratan, wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dan pengelolaan manfaatnya sebagai bagian dari sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
-  Pengelolaan ekosistem perairan, wilayah daratan, wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum sebagai  potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.

2.     Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 junto. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 57 ayat (1):
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di bidang perikanan,
-  Pasal 60 ayat (1)
Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil melalui:
§  Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta pembudidaya ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran ikan (Pasal 60 ayat (1) huruf b).
§  Penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil, kelompok pembudidaya ikan kecil, dan koperasi perikanan (Pasal 60 ayat (1) huruf c).
§  Pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dlakukan oleh masyarakat (Pasal 60 ayat (2)).

3.     Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,  Perikanan dan Kehutanan, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 3
Fokus kegiatan penyuluhan adalah pada pengembangan sumber daya manusia, sedangkan fokus sasarannya adalah pada pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha serta sumber daya manusia lain yang mendukungnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi:
§  Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial guna memperkuat pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan; 
§  Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi. 
§  Mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.
-  Pasal 4
Fungsi sistem penyuluhan perikanan meliputi:                         (a) memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; (b) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; (c) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; (d) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (e) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (f) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan (g) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

4.     Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 47:
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pengelolaan wilayah peasisir dan pulau-pulau kecil untuk meningkatkan pengembangan SDM di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-  Pasal 48:
Pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat internasional.

5.     Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 1 angka 1:
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,  termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
-  Pasal 18:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan Pangan berkewajiban: a. mengatur, mengembangkan, dan mengalokasikan lahan pertanian dan sumber daya air; b.memberikan penyuluhan dan pendampingan; c. menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing; dan d. melakukan pengalokasian anggaran.

6.     Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana tercantum pada:
-  Lampiran Y
Sub Urusan Pengembangan Sumber Daya Manusia Masyarakat Kelautan dan Perikanan, yang terdiri dari: a) Penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional. b) Akreditasi dan sertifikasi penyuluh perikanan. c) Peningkatan kapasitas SDM masyarakat kelautan dan perikanan; menjadi kewenangan yang hanya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.

7.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 112 ayat (3):
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan: a. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa; b. meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desamelalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; dan c. mengakui dan memfungsikan institusi asli dan/atau yang sudah ada di masyarakat Desa.

8.     Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,  Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, sebagaimana tercantum pada:
-  Pasal 12 Ayat (3):
Strategi pemberdayaan dilakukan melalui:
a.     pendidikan dan pelatihan;
b.     penyuluhan dan pendampingan
c.      kemitraan usaha;
d.     kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan
e.      penguatan Kelembagaan

-  Pasal 49:
(1)   Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, termasuk keluarganya.
(2)   Pemberian fasilitas penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh.
(3)   Penyediaan penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang penyuluh dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan Perikanan.
(4)   Penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki kompetensi di bidang Usaha Perikanan dan/atau Usaha Pergaraman.
(5)   Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh penyuluh. 
(6)   Penyuluhan dan pendampingan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Sumber:
Razi F., dkk. 2017. Peran Penting dan Transformasi Penyuluhan Perikanan. Jakarta, Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.