Senin, 19 Oktober 2015

PENGOLAHAN GURITA

PENGOLAHAN GURITA
Gurita adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu karang di samudra sebagaihabitat utama. Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus yang sering hanya mengacu pada hewan dari genus Octopus. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di negara-negara Mediterania, Meksiko, dan bahan utama berbagai makanan Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki danakashiyaki (Wikipedia, 2010). 
Secara lengkap urut-urutan klasifikasi dari Gurita (Octopus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum               : Molusca
Kelas               : Cephalopoda
Anak kelas      : Coleoidea
Bangsa            : Octopoda
Anak bangsa   : Incirrata
Suku                : Octopodidae
Anak suku       : Octopodinae
Marga              : Octopus
Jenis                : Octopus sp.
2.2. Manfaat Gurita
Menurut Fitday (2010), Gurita adalah sumber kalori rendah dengan  bentuk ramping. Ada sekitar 140 kalori per 3 ons (85 g) Gurita, dengankandungan lemak hanya 1.8 g . Gurita merupakan sumber zat besi yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan, kelelahan dan anemia.
Gurita juga merupakan sumber kalsium, fosfor, kalium dan selenium jugamenyediakan vitamin yang penting termasuk vitamin C, vitamin A dan beberapa vitamin B, serta beberapa omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah nutrisi penting yang dapat menurunkan kemungkinan penyakit jantung, serta kanker dan depresi  juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu perkembangan otak pada anak-anak.
Gurita juga mengandung taurin, yang merupakan asam organik yang bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi terhadap beberapa efek stres. Taurin juga membantu mencegah penyakit jantung, walaupun belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Beberapa studi dikaitkan juga dengan kadar gula darah meningkat, namun hal ini juga memerlukan penelitian lebih lanjut.
2.3. Pengertian Pembekuan Ikan
            Pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu suhu produk atau bahan pangan diturunkan dibawah titik beku, dan sejumlah air berubah bentuk menjadi kristal es (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
            Menurut  Effendi (2009) dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es sehingga ketersediaan air menurun, maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan.

2.4. Prinsip Pembekuan Ikan
Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan hampir mengubah seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan, keadaan ikan harus kembali seperti sedia kala. Keadaan beku menghambat aktifitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan (Adawyah, 2007).
Pada suhu -12oC, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan. Kematian bakteri akibat pembekuan karena:
1.            Sebagian besar air di dalam tubuh ikan, baik air bebas maupun air terikat telah berubah menjadi es sehingga bakteri kesulitan menyerap makanan dalam bentuk larutan.
2.            Cairan di dalam sel bakteri akan ikut membeku dan volumenya betambah sehingga dinding sel pecah dan menyebabkan kematian bakteri.
3.            Suhu yang sangat  rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap suhu rendah akan mati.
Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk mengawetkan sifat – sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2.5. Metode Pembekuan
Metode pembekuan secara umum dikelompokkan sebagai berikut.
a.            Pendinginan mekanis, menggunakan Refrigerant yang mengalami siklus penguapan dan kompresi
b.            Pembeku kriogenik (Cryogenic Freezer)
Pendinginan mekanis menggunakan udara dingin, cairan dingin, atau permukaan dingin untuk menghilangkan panas dari produk atau bahan pangan. Pembeku kriogenik menggunakan karbondioksida, nirogen cair, atau freon cair secara langsung kontak dengan bahan yang dibekukan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Alat pembeku kriogenik mempunyai ciri-ciri terdapat perubahan wujudrefrigerant  atau kriogen ketika panas diserap dari bahan yang dibekukan. Kriogen dikontakkan dengan bahan yang dibekukan dan secara cepat mengambil energi dari bahan yang dibekukan. Akibatnya, koefisien pindah panas tinggi dan pembekuan berlangsung sangat cepat. Refrigerant yang paling umum digunakan adalah nitrogen cair. Adapun freon digunakan secara terbatas akibat residu dalam bahan tersebut dapat melebihi batas yang diizinkan.


















2.6. Syarat Mutu Bahan Baku Gurita (Octopus sp.)
           
             Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk proses pengolahanGurita (Octopus sp) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Gurita (Octopus sp)
Jenis Uji
Satuan
Syarat
Mutu
a.            Organoleptik, minimal

b.            Cemaran Mikroba :
-      ALT, maks
-      Escheria colli, maksimal.
-      Salmonella
-      Vibrio cholerae
-                              Vibrio parahaemolyticus*),
-      Parasit, maks *)

c.            Cemaran Kimia :
-      Raksa (Hg), maks*
-      Timbal (Pb), maks*


d.            Fisika :
-      Suhu pusat, minimal
Nilai (1-9)


Koloni/gram
APM/ gram
Per 25 gram
Per 25 gram
APM per gram
Ekor


          mg/kg
mg/kg



                     0C
Minimal 7


5,0 x 10 4
< 3
negatif
negatif
< 3
0


0,5
2



-18
 Sumber : SNI 01-6941.1-2002 (2002)


2.7. Proses Pembekuan Ikan
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan pada tubuh ikan menjadi es. Ikan membeku pada suhu antara -0,6oC sampai-2oC, atau rata-rata pada -1oC. kenyataannya sangat sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, karena air terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan sudah mencapai -120C hingga -30oC sudah dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai antara -55oC hingga -65oC, maka suhu tempat keseluruhan yang ada di dalam tubuh ikan membeku (Adawyah ,2007)

Dalam SNI 01-6941.3-2002 disebutkan bahwa tahapan  pengolahanGurita terdiri dari tahapan sebagai berikut :
a. Penerimaan Bahan Baku
            Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu 5C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran dengan tujuan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan sesuai dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri patogen dan parasit serta dekomposisi.
b. Penyiangan
            Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan hitam dengan cepat, hati – hati dan mempertahankan rantai dingin dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku Gurita yang bebas mata, gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).
 c. Pencucian
            Pencucian dilakukan dengan mencelupkan Gurita pada wadah yang berisi air dingin dengan suhu maksimum 50 C, dengan tujuan memperolehGurita yang bersih, bebas lendir, dan benda asing.
d. Perendaman
            Gurita (Octopus sp.), yang telah dicuci kemudian direndam selama 45 menit dalam air garam dengan konsentrasi 3% - 8%, dengan tujuan membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai dengan bentuk pada saat didinginkan.
e. Sortasi
            Gurita yang telah direndam kemudian ditiriskan dan diangkut ke meja sortir untuk penyortiran ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik dan ukuran yang seragam.
f. Pencelupan dalam larutan chlor
            Gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan khlor 5 ppm dengan suhu 5oC. Untuk memperoleh gurita bebas dari kontaminasi bakteri dan dekomposisi.
g. Pembungkusan
            Gurita yang sudah bersih kemudian dibungkus dengan kantong plastik yang bersih seperti bola, proses berlangsung pada suhu maksimum. Untuk menghindarkan produk dari kontaminasi bakteri dan oksidasi.
h. Penyusunan dalam pan
            Gurita yang telah dibungkus disusun berjajar dan rapi dalam pan pembeku, proses dilakukan dengan cepat dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimum 5OC.
i. Pembekuan
            Gurita yang sudah tersusun dalam pan dibekukan dengan pembekuan cepat sampai suhu pusat Gurita mencapai suhu pusat maksimum -18OC dalam waktu maksimum 8 jam. Untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -18OC dalam waktu maksimum 8 jam.
j. Pengepakan
            Gurita yang sudah beku dikemas dalam kotak karton yang berlapis yang berlapis lilin dan bersih dari kontaminan mikroba serta filth. Untuk  dapat terhindarkan produk bebas dari kontaminasi bakteri dan produk sesuai label.

2.8. Penanganan Ikan Setelah Pembekuan
            Menurut Adawyah (2007) ikan yang dikeluarkan dari Freezer harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut, diantaranya :
-       Glazing
Pemberian selimut es (glaze) pada ikan beku dengan cara menyemprotkan, menyapukan air, atau mencelupkan ikan ke dalam air yang bertujuan untuk mengurangi dehidrasi dan oksidasi. Ciri-ciri dari ikan yang dehidrasi adalah:
·         Kulit ikan menjadi kering.
·         Daging terasa keras.
·         Warna ikan kurang cerah dan cepat membusuk.
-       Pengepakan
Pengemasan atau pengepakan perlu dilakukan tidak saja untuk melindungi produk, tetapi juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga meningkatkan daya tarik terhadap konsumen. Kemasan yang digunakan harus kedap udara untuk mengurangi terjadinya oksidasi produk, kemasan juga harus dapat menahan uap air agar dapat mancegah penguapan produk selama penyimpanan
-       Pemindahan ke dalam Cold Storage
Waktu antara pembongkaran dari freezer dan memasukkan ke dalamcold storage harus cepat. Karena ikan mudah mengalami kerusakan jika terkena sinar matahari, sinar lampu yang kuat, pemanas ruangan dan lain sabagainya.


2.9. Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan wajib dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku, peralatan, ruangan proses, dan tenaga kerja.
2.9.1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
               Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan ikan harus dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang bermutu baik, maka akan menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.
               DKP (2006), menyatakan bahwa asal dan mutu bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :
·         Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar.
·         Ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.
2.9.2. Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
               Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
               Menurut DKP (2006), syarat – syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan makanan adalah :
·         Mudah dibersihkan.
·         Dibuat dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
·         Diletakkan sesuai dengan alur proses.
·         Harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi bersih pada saat digunakan.
               Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan  untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
2.9.3. Sanitasi dan Higiene Karyawan
              Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain – lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.


Penyuluh Perikanan PPN Karangantu

Silvia Dewi S.St.Pi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar