PENGOLAHAN
GURITA
Gurita adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu karang di samudra sebagaihabitat utama. Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas
Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus yang sering hanya mengacu pada hewan
dari genus Octopus. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di
negara-negara Mediterania, Meksiko, dan bahan utama berbagai makanan
Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki danakashiyaki (Wikipedia, 2010).
Secara lengkap urut-urutan klasifikasi dari
Gurita (Octopus sp.) adalah sebagai berikut :
Filum
: Molusca
Kelas
: Cephalopoda
Anak kelas : Coleoidea
Bangsa
: Octopoda
Anak bangsa : Incirrata
Suku
: Octopodidae
Anak suku : Octopodinae
Marga
: Octopus
Jenis
: Octopus sp.
2.2. Manfaat Gurita
Menurut Fitday (2010), Gurita adalah sumber kalori
rendah dengan bentuk ramping. Ada sekitar 140 kalori per 3 ons (85 g) Gurita,
dengankandungan lemak hanya 1.8 g . Gurita merupakan sumber zat
besi yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan, kelelahan dan
anemia.
Gurita juga merupakan sumber kalsium, fosfor, kalium
dan selenium jugamenyediakan vitamin yang penting termasuk
vitamin C, vitamin A dan beberapa vitamin B, serta beberapa omega-3 asam lemak. Omega-3
adalah nutrisi penting yang dapat menurunkan kemungkinan penyakit jantung,
serta kanker dan depresi juga dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh dan membantu perkembangan otak pada anak-anak.
Gurita juga mengandung taurin, yang merupakan
asam organik yang bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi terhadap
beberapa efek stres. Taurin juga membantu mencegah penyakit jantung,
walaupun belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Beberapa studi dikaitkan juga dengan
kadar gula darah meningkat, namun hal ini juga memerlukan penelitian lebih
lanjut.
2.3. Pengertian Pembekuan Ikan
Pembekuan merupakan proses pengolahan, yaitu
suhu produk atau bahan pangan diturunkan dibawah titik beku, dan sejumlah air
berubah bentuk menjadi kristal es (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Menurut Effendi (2009) dengan membekunya sebagian kandungan air bahan
atau dengan terbentuknya es sehingga ketersediaan air menurun, maka kegiatan
enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat
mempertahankan mutu bahan pangan.
2.4. Prinsip Pembekuan Ikan
Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih
rendah, yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan hampir mengubah seluruh
kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan,
keadaan ikan harus kembali seperti sedia kala. Keadaan beku menghambat
aktifitas bakteri dan enzim sehingga daya awet ikan beku lebih besar
dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan (Adawyah, 2007).
Pada suhu -12oC, kegiatan bakteri
telah dapat dihentikan, tetapi proses kimia enzimatis masih terus berjalan.
Kematian bakteri akibat pembekuan karena:
1.
Sebagian besar air di
dalam tubuh ikan, baik air bebas maupun air terikat telah
berubah menjadi es sehingga bakteri kesulitan menyerap makanan dalam
bentuk larutan.
2.
Cairan di dalam sel
bakteri akan ikut membeku dan volumenya betambah sehingga dinding sel pecah dan
menyebabkan kematian bakteri.
3.
Suhu yang sangat
rendah menyebabkan bakteri yang tidak tahan terhadap suhu rendah akan mati.
Pada dasarnya pembekuan sama dengan
pendinginan yang dimaksudkan untuk mengawetkan sifat – sifat alami produk yang
dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang
dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat
kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar dibandingkan
dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000).
2.5. Metode Pembekuan
Metode pembekuan secara umum dikelompokkan sebagai
berikut.
a.
Pendinginan mekanis,
menggunakan Refrigerant yang mengalami siklus penguapan dan
kompresi
b.
Pembeku kriogenik (Cryogenic
Freezer)
Pendinginan mekanis menggunakan udara dingin,
cairan dingin, atau permukaan dingin untuk menghilangkan panas dari produk atau
bahan pangan. Pembeku kriogenik menggunakan karbondioksida, nirogen cair, atau
freon cair secara langsung kontak dengan bahan yang dibekukan (Estiasih dan
Ahmadi, 2009).
Alat pembeku kriogenik mempunyai ciri-ciri
terdapat perubahan wujudrefrigerant atau kriogen ketika panas
diserap dari bahan yang dibekukan. Kriogen dikontakkan dengan bahan yang
dibekukan dan secara cepat mengambil energi dari bahan yang dibekukan.
Akibatnya, koefisien pindah panas tinggi dan pembekuan berlangsung sangat cepat. Refrigerant yang
paling umum digunakan adalah nitrogen cair. Adapun freon digunakan secara
terbatas akibat residu dalam bahan tersebut dapat melebihi batas yang
diizinkan.
2.6. Syarat Mutu Bahan
Baku Gurita (Octopus sp.)
Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk
proses pengolahanGurita (Octopus sp)
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Gurita (Octopus sp)
Jenis Uji
|
Satuan
|
Syarat
Mutu
|
a.
Organoleptik, minimal
b.
Cemaran Mikroba :
- ALT,
maks
- Escheria
colli, maksimal.
- Salmonella
- Vibrio cholerae
- Vibrio
parahaemolyticus*),
- Parasit, maks *)
c.
Cemaran
Kimia :
- Raksa (Hg), maks*
- Timbal (Pb), maks*
d.
Fisika
:
- Suhu pusat, minimal
|
Nilai (1-9)
Koloni/gram
APM/ gram
Per 25 gram
Per 25 gram
APM per gram
Ekor
mg/kg
mg/kg
0C
|
Minimal 7
5,0 x 10 4
< 3
negatif
negatif
< 3
0
0,5
2
-18
|
Sumber : SNI 01-6941.1-2002 (2002)
2.7. Proses Pembekuan Ikan
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan
pada tubuh ikan menjadi es. Ikan membeku pada suhu antara -0,6oC
sampai-2oC, atau rata-rata pada -1oC. kenyataannya sangat
sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, karena air
terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang
sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika
pembekuan sudah mencapai -120C hingga -30oC sudah
dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai antara -55oC hingga -65oC,
maka suhu tempat keseluruhan yang ada di dalam tubuh ikan membeku (Adawyah ,2007)
Dalam SNI 01-6941.3-2002
disebutkan bahwa tahapan pengolahanGurita
terdiri dari tahapan sebagai berikut :
a. Penerimaan
Bahan Baku
Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih
dengan suhu 50 C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan
ukuran dengan tujuan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat dan
sesuai dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri patogen dan
parasit serta dekomposisi.
b. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan
hitam dengan cepat, hati – hati dan mempertahankan rantai dingin dengan tujuan
untuk mendapatkan bahan baku Gurita
yang bebas mata, gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan mencelupkan Gurita
pada wadah yang berisi air dingin dengan suhu maksimum 50 C,
dengan tujuan memperolehGurita yang bersih, bebas
lendir, dan benda asing.
d. Perendaman
Gurita (Octopus sp.), yang telah dicuci
kemudian direndam selama 45 menit dalam air garam dengan konsentrasi 3% - 8%,
dengan tujuan membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai dengan bentuk pada saat didinginkan.
e. Sortasi
Gurita yang telah direndam kemudian ditiriskan dan diangkut ke meja sortir
untuk penyortiran ukuran dan mutu. Tujuan penyortiran ini adalah memperoleh Gurita dalam bentuk atau kualitas yang baik
dan ukuran yang seragam.
f. Pencelupan dalam larutan chlor
Gurita
dicuci dengan cara perendaman dalam larutan khlor 5 ppm dengan suhu 5oC.
Untuk memperoleh gurita bebas dari kontaminasi bakteri dan dekomposisi.
g. Pembungkusan
Gurita
yang sudah bersih kemudian dibungkus dengan kantong plastik yang bersih seperti
bola, proses berlangsung pada suhu maksimum. Untuk menghindarkan produk dari
kontaminasi bakteri dan oksidasi.
h. Penyusunan dalam pan
Gurita yang telah dibungkus disusun berjajar
dan rapi dalam pan pembeku, proses dilakukan dengan cepat dan saniter dengan
mempertahankan suhu maksimum 5OC.
i. Pembekuan
Gurita yang sudah tersusun dalam pan dibekukan
dengan pembekuan cepat sampai suhu pusat Gurita mencapai suhu pusat maksimum
-18OC dalam waktu maksimum 8 jam. Untuk membekukan produk maksimum
suhu pusat -18OC dalam waktu maksimum 8 jam.
j. Pengepakan
Gurita yang sudah beku dikemas dalam kotak
karton yang berlapis yang berlapis lilin dan bersih dari kontaminan mikroba
serta filth. Untuk dapat terhindarkan produk bebas dari kontaminasi
bakteri dan produk sesuai label.
2.8. Penanganan Ikan Setelah Pembekuan
Menurut Adawyah (2007) ikan yang dikeluarkan
dari Freezer harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut,
diantaranya :
- Glazing
Pemberian selimut es (glaze) pada ikan beku dengan cara
menyemprotkan, menyapukan air, atau mencelupkan ikan ke dalam air yang
bertujuan untuk mengurangi dehidrasi dan oksidasi. Ciri-ciri dari ikan yang
dehidrasi adalah:
· Kulit
ikan menjadi kering.
· Daging
terasa keras.
· Warna
ikan kurang cerah dan cepat membusuk.
- Pengepakan
Pengemasan atau pengepakan perlu dilakukan tidak saja untuk
melindungi produk, tetapi juga untuk meningkatkan nilai estetika sehingga
meningkatkan daya tarik terhadap konsumen. Kemasan yang digunakan harus kedap
udara untuk mengurangi terjadinya oksidasi produk, kemasan juga harus dapat
menahan uap air agar dapat mancegah penguapan produk selama penyimpanan
- Pemindahan
ke dalam Cold Storage
Waktu antara pembongkaran dari freezer dan
memasukkan ke dalamcold storage harus cepat. Karena ikan mudah
mengalami kerusakan jika terkena sinar matahari, sinar lampu yang kuat, pemanas
ruangan dan lain sabagainya.
2.9. Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan
higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan wajib dilaksanakan, dimana
hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen.
Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil perikanan yang memenuhi
syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi yang
berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut
biasa terjadi pada semua komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku,
peralatan, ruangan proses, dan tenaga kerja.
2.9.1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Ikan yang digunakan
sebagai bahan baku pada proses pembekuan ikan harus dalam keadaan yang segar
karena dengan bahan baku yang bermutu baik, maka akan menghasilkan produk akhir
yang bermutu baik pula.
DKP
(2006), menyatakan bahwa asal dan mutu bahan baku yang baik adalah sebagai
berikut :
· Unit
pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang tercemar.
· Ikan
yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah yang
dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.
2.9.2. Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
Salah
satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan
wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi.
Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga
wadah dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen
yang dapat membahayakan kesehatan.
Menurut
DKP (2006), syarat – syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan
makanan adalah :
· Mudah
dibersihkan.
· Dibuat
dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
· Diletakkan
sesuai dengan alur proses.
· Harus
dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi bersih pada
saat digunakan.
Semua permukaan tempat
atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk mengolah ikan
haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan
dan memudahkan dalam pencucian.
2.9.3. Sanitasi dan Higiene Karyawan
Kebersihan
dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena merupakan hal yang
penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit
pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup
kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja
tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain – lain.
Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol
kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.
Penyuluh Perikanan PPN Karangantu
Silvia Dewi S.St.Pi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar